LAPORAN KUNJUNGAN DI KERATON YOGYAKARTA



LAPORAN KUNJUNGAN DI KERATON YOGYAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang masalah
Kelas X SMA Negeri 1 Prambanan mengadakan kegiatan kunjungan  ke Keraton Yogyakarta  untuk menambah wawasan pengetahuan yang lebih banyak. Selama ini siswa hanya mendapat pengetahuan dari sekolah, dan banyak dari siswa yang tidak mengerti tentang sesuatu. Bisa kita  ambil contoh,siswa yang hanya mendapatkan pelajaran sejarah tapi itu hanya dari guru namun mereka belum melihat sejarahnya langsung, dan dengan di adanya kunjungan ke Keraton Yogyakarta yang khususnya merupakan kota sejarah akan lebih menambah pengetahuan siswa.

B.     Rumusan masalah
-       Bagaimana upaya untuk melestarikan bangunan bersejarah Keraton Yogyakarta ?
-       Bagaimana upaya mewujudkan Keraton Yogyakarta sebagai destinasi wisata bersejarah ?
C.    Tujuan kegiatan
-        Untuk mengetahui sejarah Keraton Yogyakarta.
-       Untuk membantu siswa lebih kreatif
-       Untuk menambah wawasan dan pengetahuan siswa mengenai Keraton Yogyakarta
D.    Manfaat kegiatan
-       Memberikan siswa pengetahuan baru
-       Menambah wawasan  dan  ilmu pengetahuan
-       Menambah pengalaman pembelajaran di luar sekolah.
E.     Metode
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian dari makalah ini adalah deskriptif yang dilaksanakan untuk memperoleh gambaran secara nyata tentang Keraton Yogyakarta sebagai destinasi wisata berbasis sejarah.

2. Subjek penelitian
Mengamati secara langsung Keraton Yogyakarta.
3. Pengumpulan data
Pengumpulan data dengan kajian pustaka diambil dari beberapa sumber dari internet.

BAB II
GAMBARAN UMUM OBJEK KUNJUNGAN
A.    Letak geografis
            Jalan Rotowijayan 1, Yogyakarta
B.     Sejarah singkat
Pada tahun 1755 M Sultan Hamengkubuwono I membangun keraton. Tepat di depan keraton tersebut terdapat 2 pohon beringin besar yang dimitoskan pohon beringin laki-laki dan perempuan. Menurut catatan sejarah, pohon beringin sebelah barat berasal dari kerajaan Majapahit dan yang timur dari kerajaan Padjajaran. Di sekeliling alun-alun depan keraton juga terdapat 62 buah pohon beringin. Menurut mistosnya yang dituliskan dalam sejarah jika dijumlahkan 62 beringin pada sekeliling alun-alun ditambah 2 pohon beringin di tengah alun-alun menjadi 64 buah pohon beringin. Dengan itu pula dimaknai sepanjang usia Nabi Muhammad SAW adalah 64 tahun.
Kemudian pada tahun 1758 Sri Sultan hamengkubuwono I membangun sebuah pusat perdagangan untuk menunjang kelangsungan ekonomi masyarakat yogyakarta. Pembangunan pusat ekonomi ini di lakukan pada sebuah lahan di utara keraton yang pada waktu itu masih di tumbuhi pohon beringin. Sri Sultan Hamengkubuwono I akhirnya membabat pohon beringin tersebut dengan harapan lahan yang ditumbuhi beringin itu dapat mendatangkan kesejahteraan. Dan berdirilah sebuah pusat ekonomi pada waktu itu dengan bentuk pasar tradisional. Hingga akhirnya pasar tersebut dinamakan “Beringharjo” asal kata dari “Beringin (pohon beringin)” dan “Harjo (Bahasa jawa
(Kesejahteraan)). Jadi bila digabungkan dapat dimaknai sebagai pohon beringin yang awalnya ditumbangkan dan diharapkan dapat mendatang-kan kesejahteraan rakyat dari sektor perdagangan. Hingga sampai saat ini pasar itu masih eksis dan menjadi salah satu obyek wisata perbelanjaan di yogyakarta.

C.    Kompleks Keraton Yogyakarta
-       Kompleks depan = Gladhag – Pangurakan, Alun – alun Lor, Mesjid Gedhe Kasultanan.
-       Kompleks inti = Kompleks Pagelaran, Siti Hinggir Ler, Kemandhungan Lor, Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul, Siti Hinggil Kidul.
-       Kompleks belakang = Alun – alun Kidul, Plengkung Nirbaya.

BAB III
PEMBAHASAN
A.    Keraton Yogyakarta
Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan pasca Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Lokasi keraton ini konon adalah bekas sebuah pesanggarahan yang bernama Garjitawati. Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan Surakarta) yang akan dimakamkan di Imogiri. Versi lain menyebutkan lokasi keraton merupakan sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di tengah hutan Beringan. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I berdiam di Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman.

Secara fisik istana para Sultan Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti yaitu Siti Hinggil Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan), dan Siti Hinggil Kidul (Balairung Selatan). Selain itu Keraton Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya baik yang berbentuk upacara maupun benda-benda kuno dan bersejarah. Di sisi lain, Keraton Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan pemangku adatnya. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika nilai-nilai filosofi begitu pula mitologi menyelubungi Keraton Yogyakarta. Dan untuk itulah pada tahun 1995 Komplek Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dicalonkan untuk menjadi salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO.
Arsitek kepala istana ini adalah Sultan Hamengkubuwana I, pendiri Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Keahliannya dalam bidang arsitektur dihargai oleh ilmuwan berkebangsaan Belanda, Theodoor Gautier Thomas Pigeaud dan Lucien Adam yang menganggapnya sebagai "arsitek" dari saudara Pakubuwono II Surakarta"[6]. Bangunan pokok dan desain dasar tata ruang dari keraton berikut desain dasar landscape kota tua Yogyakarta[7] diselesaikan antara tahun 1755-1756. Bangunan lain di tambahkan kemudian oleh para Sultan Yogyakarta berikutnya. Bentuk istana yang tampak sekarang ini sebagian besar merupakan hasil pemugaran dan restorasi yang dilakukan oleh Sultan Hamengku Buwono VIII (bertahta tahun 1921-1939).
Keraton Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan pemangku adat. Permukaan  atap joglo berupa trapesium. Atap tersebut ditopang oleh tiang utama yang disebut dengan Soko Guru yang berada di tengah bangunan serta tiang-tiang lainnya. Pada zaman dahulu Alun-Alun Lor  digunakan sebagai tempat penyelenggaraan  acara dan upacara kerajaan yang melibatkan rakyat banyak.  Diantaranya adalah upacara gerebeg serta sekaten. Bangsal Sri Manganti tempat pertunjukkan tari dan seni karawitan gamelan di Keraton Yogyakarta. Alun-alun Lor adalah lapangan berumput di bagian utara Keraton Yogyakarta. Di pinggir Alun-alun ditanami deretan pohon beringin dan ditengah-tengahnya terdapat sepasang pohon beringin yang diberi pagar.
B.     Tata ruang
Dahulu bagian utama istana, dari utara keselatan, dimulai dari Gapura Gladhag di utara sampai di Plengkung  Nirboyo di selatan. Bagian-bagian utama keraton Yogyakarta dari utara ke selatan adalah: Gapura Gladag-Pangurakan; Kompleks Alun-alun Ler (Lapangan Utara) dan Mesjid Gedhe (Masjid Raya Kerajaan); Kompleks Pagelaran, Kompleks Siti Hinggil Ler, Kompleks Kamandhungan Ler; Kompleks Sri Manganti; Kompleks Kedhaton; Kompleks Kamagangan; Kompleks Kamandhungan Kidul; Kompleks Siti Hinggil Kidul (sekarang disebut Sasana Hinggil); serta Alun-alun Kidul (Lapangan Selatan) dan Plengkung Nirbaya yang biasa disebut Plengkung Gadhing.
Bagian-bagian sebelah utara Kedhaton dengan sebelah selatannya boleh dikatakan simetris. Sebagian besar bagunan di utara Kompleks Kedhaton menghadap arah utara dan di sebelah selatan Kompleks Kedhaton menghadap ke selatan. Di daerah Kedhaton sendiri bangunan kebanyakan menghadap timur atau barat. Namun demikian ada bangunan yang menghadap ke arah yang lain.
Selain bagian-bagian utama yang berporos utara-selatan keraton juga memiliki bagian yang lain. Bagian tersebut antara lain adalah Kompleks Pracimosono, Kompleks Roto Wijayan, Kompleks Keraton Kilen, Kompleks Taman Sari, dan Kompleks Istana Putra Mahkota (mula-mula Sawojajar kemudian di nDalem Mangkubumen). Di sekeliling Keraton dan di dalamnya terdapat sistem pertahanan yang terdiri dari tembok/dinding Cepuri dan Baluwerti. Di luar dinding tersebut ada beberapa bangunan yang terkait dengan keraton antara lain Tugu Pal Putih, Gedhong Krapyak, nDalem Kepatihan (Istana Perdana Menteri), dan Pasar Beringharjo.

C.     Mesjid Gedhe Kasultanan
Kompleks Mesjid Gedhe Kasultanan (Masjid Raya Kesultanan) atau Masjid Besar Yogyakarta terletak di sebelah barat kompleks Alun-alun utara. Kompleks yang juga disebut dengan Mesjid Gedhe Kauman dikelilingi oleh suatu dinding yang tinggi. Pintu utama kompleks terdapat di sisi timur. Arsitektur bangunan induk berbentuk tajug persegi tertutup dengan atap bertumpang tiga. Untuk masuk ke dalam terdapat pintu utama di sisi timur dan utara. Di sisi dalam bagian barat terdapat mimbar bertingkat tiga yang terbuat dari kayu, mihrab (tempat imam memimpin ibadah), dan sebuah bangunan mirip sangkar yang disebut maksura. Pada zamannya (untuk alasan keamanan) di tempat ini Sultan melakukan ibadah. Serambi masjid berbentuk joglo persegi panjang terbuka. Lantai masjid induk dibuat lebih tinggi dari serambi masjid dan lantai serambi sendiri lebih tinggi dibandingkan dengan halaman masjid. Di sisi utara-timur-selatan serambi terdapat kolam kecil. Pada zaman dahulu kolam ini untuk mencuci kaki orang yang hendak masuk masjid.
Di depan masjid terdapat sebuah halaman yang ditanami pohon tertentu. Di sebelah utara dan selatan halaman (timur laut dan tenggara bangunan masjid raya) terdapat sebuah bangunan yang agak tinggi yang dinamakan Pagongan. Pagongan di timur laut masjid disebut dengan Pagongan Ler (Pagongan Utara) dan yang berada di tenggara disebut dengan Pagongan Kidul (Pagongan Selatan). Saat upacara Sekaten, Pagongan Ler digunakan untuk menempatkan gamelan sekati Kangjeng Kyai (KK) Naga Wilaga dan Pagongan Kidul untuk gamelan sekati KK Guntur Madu. Di barat daya Pagongan Kidul terdapat pintu untuk masuk kompleks masjid raya yang digunakan dalam upacara Jejak Boto  pada upacara Sekaten pada tahun Dal. Selain itu terdapat Pengulon, tempat tinggal resmi Kangjeng Kyai Pengulu di sebelah utara masjid dan pemakaman tua di sebelah barat masjid.
BAB IV
PENUTUP
A.    Simpulan
Dalam penulisan laporan ini dapat ditarik beberapa kesimpulan tentang perjalanan kegiatan kunjungan yakni :
a).    Dengan adanya kegiatan kunjungan siswa/siswi dapat memperoleh pengalaman belajar diluar sekolah.
b).   Kegiatan kunjungan sebagai kegiatan untuk menempatkan kesadaran siswa/siswi dalam mengimbangi perkembangan zaman yang serba modern guna berkompetisi menghadapi globalisasi.
c).  Ternyata banyak sekali metode pembelajaran yang lebih baik.

B.     Saran
Didalam pembuatan laporan ini, penulis sebagai manusia biasa pastilah banyak sekali kesalahan untuk itu demi menyempurnakan laporan ini kritik dan saran yang bersifat membangun akan selalu penulis harapkan.
Adapun saran-saran yang bisa penilis berikan untuk teman-teman semua yang mengikuti kegiatan ini :
a). Para siswa/siswi seharusnya bersifat kreatif lagi dalam mencari informasi dan ilmu pengetahuan yang baru.
b). Dengan diadakannya kegiatan kunjunagn ini harusnya bisa diambil manfaatnya.
c). Kegiatan kunjungan hendaknya dijadikan sebagai pengembangan potensi diri bukan untuk ajang bersenang-senang saja.
DAFTAR PUSTAKA

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ijo Tempel

Teks Ulasan Film “Di Balik 98”